Dalam setahun, ada satu
bulan yang kedatangannya selalu kita nantikan, ia adalah bulan Ramadhan.
Alhamdulillah, bulan yang sangat kita rindukan itu kini telah tiba. Pada bulan
ini Allah mencurahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di
bulan Ramadhan, kedermawanan Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih deras dari
hembusan angin. Para Sahabat dan As-Salafus Shalih terdahulu selalu
berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah di dalamnya. Namun saat ini,
kondisi umat Islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk
diajak ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan penuh
kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja -hampir sepanjang tahun- tak siap dengan
amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar. Karena itu, redaksi
An-Nur berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan yang sering
dilakukan di bulan Ramadhan. Ditulis oleh seorang ulama yang memiliki perhatian
khusus terhadap bulan Ramadhan, di antaranya beliau juga menulis buku "Risalah
Ramadhan" (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, cet. Darul Haq),
beliau adalah Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah. Bagian
pertama dari dua tulisan.
Bulan Ramadhan adalah bulan
penuh berkah, musim berbagai macam ibadah seperti puasa, shalat, membaca
Al-Qur'an, bersede-kah, berbuat baik, dzikir, do'a, istighfar,
memohon Surga, berlindung dari masuk Neraka serta macam-macam ibadah dan amal
kebajikan lainnya.
Orang yang beruntung adalah
yang menjaga setiap detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai
amal perbuatan yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah,
sesuai dengan yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu,
setiap muslim wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.
Sayangnya, tak sedikit orang
yang melalaikan masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada
kesalahan-kesalahan. Di antara kesalahan-kesalahan yang jamak (umum)
dilakukan orang berkaitan dengan bulan Ramadhan adalah:
-
Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta
tidak menanyakannya. Padahal Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui." ( An-Nahl:
43). Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan
agamanya." ( Muttafaq Alaih).
-
Menyambut bulan suci Ramadhan dengan
hura-hura dan bermain-main. Padahal yang seharusnya adalah menyambut bulan
yang mulia tersebut dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih
diberi kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat
dengan sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun
nafs (perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar,
sebelum datang hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun
yang buruk.
-
Ta'at hanya di bulan Ramadhan.
Sebagian orang, bila datang bulan Ramadhan mereka bertaubat, shalat dan
puasa. Tetapi jika bulan Ramadhan telah berlalu mereka kembali lagi meninggalkan
shalat dan melakukan berbagai perbuatan maksiat. Alangkah celaka golongan orang
seperti ini, sebab mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan Ramadhan.
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah
Satu jua? Bahwa maksiat itu haram hukumnya di setiap waktu? Bahwa Allah
mengetahui perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?
Karena itu,
hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha
(sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah
mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak
mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka
akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.
-
Beranggapan keliru. Sebagian orang
beranggapan bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan di
siang hari, serta untuk begadang di malam hari. Lebih disayangkan lagi,
mayoritas mereka begadang dalam hal-hal yang dimurkai Allah, berhura-hura,
bermain yang sia-sia (seperti main kartu dsb.), menggunjing, adu domba dan
sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat berbahaya dan merugikan mereka
sendiri. Sesungguhnya hari-hari bulan Ramadhan merupakan saksi ta'atnya
orang-orang yang ta'at dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan
lupa diri.
-
Bersedih dengan datangnya bulan Ramadhan.
Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan datangnya
bulan Ramadhan dan bersuka cita jika bulan Ramadhan berlalu. Sebab mereka
beranggapan bulan Ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan maksiat
dan menuruti syahwat. Mereka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan toleransi. Karena
itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain daripada bulan Ramadhan. Padahal
ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan pembebasan dari Neraka
bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan setiap
yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala yang
dilarang.
-
Begadang untuk sesuatu yang tidak terpuji.
Banyak orang yang begadang pada malam-malam Ramadhan dengan melakukan
sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol, jalan-jalan atau duduk-duduk
di jembatan atau trotoar jalan. Pada tengah malam mereka baru pulang dan
langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka tidak bisa bangun untuk
shalat Shubuh berjamaah pada waktunya. Ada banyak kesalahan dan kerugian dari
perbuatan semacam ini:
-
Begadang dengan sesuatu yang tidak
bermanfaat. Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam membenci tidur
sebelum Isya' dan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali dalam hal kebaikan.
Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi orang yang shalat atau
bepergian." (As-Suyuthi berkata, hadits ini hasan).
-
Sia-sianya waktu mereka yang sangat
berharga. Mereka sama sekali tidak memanfaat-kannya sedikitpun. Padahal
masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi
dengan mengingat Allah di dalamnya.
-
Menyegerakan sahur sebelum waktu yang
dianjurkan. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan
sahur pada akhir malam sebelum terbit fajar.
Musibah terbesar mereka
adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya.
Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam
atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam:"Barangsiapa shalat Isya' berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh
malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat
sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu
anhu).
Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah
tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan
shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah.
Mereka mengharam-kan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang
besar.
-
Hanya menjaga hal-hal lahiriah. Banyak
orang yang menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriah seperti
makan, minum dan bersenggama dengan isteri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal
yang membatalkan puasa secara mak-nawiyah seperti menggunjing, adu domba,
dusta, melaknat, mencaci, memandang wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar
dan sebagainya.
Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya,
menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa
banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga
belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali
begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak
butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al Bukhari).
-
Meninggalkan shalat taraweh. Padahal
telah dijanjikan bagi orang yang menjalankannya -karena iman dan mengharap
pahala dari Allah- ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang
meninggalkan shalat taraweh berarti meremehkan adanya pahala yang agung dan
balasan yang besar ini.
Ironinya, banyak umat Islam yang meninggal-kan
shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak
melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan
Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh
hanyalah sunnah belaka.
Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah
(sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti
petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada
hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian
daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan
bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan
turunnyaLailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan
ampunan dan pahala yang amat besar.
-
Puasa tetapi tidak shalat. Sebagian
orang ada yang berpuasa, tetapi meninggalkan shalat atau hanya shalat ketika
bulan Ramadhan saja. Orang semacam ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat.
Sebab shalat adalah tiang dan pilar utama agama Islam.
-
Bepergian agar punya alasan berbuka.
Sebagian orang melakukan perjalanan ke luar negeri pada bulan Ramadhan untuk
tujuan yang baik, tetapi agar bisa berbuka puasa dengan alasan musafir.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka
karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka
menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang
mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang
demikian.
-
Berbuka dengan sesuatu yang
haram. Seperti minuman
yang memabukkan, rokok dan sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang
didapatkan dari yang haram. Orang yang makan atau minum dari sesuatu yang haram
tak akan diterima amal perbuatannya dan tak mungkin pula do'anya dikabulkan.
-
Tergesa-gesa dalam shalat. Sebagian
imam-imam masjid dalam shalat tarawih amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka
melakukan gerakan-gerakan dalam shalatnya dengan amat cepat, sehingga
menghilangkan maksud shalat itu sendiri. Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat
suci Al- Qur'an, padahal semestinya ia membaca secara tartil. Mereka
tidak thuma'ninah (tenang) ketika ruku', sujud, bangun dari ruku' dan
ketika duduk antara dua sujud, ini adalah tidak boleh dan shalat menjadi tidak
sempurna karenanya. Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri,
duduk, ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua
sujud. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang
yang tidak thuma'ninah dalam shalatnya, artinya:"Kembalilah, lalu
shalatlah karenasesungguh-nya engkau belum shalat." (Muttafaq
Alaih).
Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya.
Yakni ia tidak menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan
disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka
Wail-lah bagi orang-orang yang curang.
-
Memanjangkan doa' qunut,
Berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan dituntunkan Nabi shallallahu alaihi
wasallam, hal yang terkadang membuat bosan dan keengganan para makmum shalat
bersamanya. Sebenarnya, do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi
wasallam dalam qunut witir adalah ringan dan mudah. Dari Hasan bin
Ali radhiallahuanhuma , ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai do'a)
dalam qunut witir yaitu: "Ya Allah, berilah aku petunjuk
sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana
orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus,
berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan
qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada
yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan
terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai
Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini
hasan). Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a
qunut yang lebih baik dari ini. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu
anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat
witir mengucapkan: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu
dari kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu
daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian
atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus
Sunan).
-
Tidak memperhatikan sunnah. Adalah
sunnah setelah salam dari shalat witir mengucapkan: "Maha Suci Tuhan Yang
Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits
riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak
mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan
jama'ahnya dalam masalah ini.
-
Mendahului imam. Banyak didapati para
makmum mendahului imam dalam shalat tarawih dan shalat-shalat lainnya, baik
dalam memulai gerakan ketika ruku', sujud, berdiri atau duduk. Ini adalah tipu
daya setan dan salah satu bentuk peremehan terhadap masalah shalat.
Ada
empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu
daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang
dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya
dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi
makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung
mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh
mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat
daripadanya.
Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah
kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?"
(Muttafaq Alaih).
Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek
sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah
shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi,
pengubahan Allah kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk
siksaanNya.
-
Makmum membaca mushaf. Sebagian makmum
ada yang membawa mushaf Al-Qur'an ketika shalat tarawih, mereka mengikuti bacaan
imam dengan melihat mushaf Al-Qur'an. Pekerjaan ini adalah tidak disyari'atkan
dan juga tidak didapatkan dalam amalan para salaf. Ia tidak boleh dilakukan
kecuali bagi orang yang ingin membetulkan imam jika salah.
Yang
diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini
berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka
dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat."( Al A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Banyak orang sepakat
bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At-
Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya
pekerjaan ini (makmum membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum
tidak khusyu' dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk
pekerjaan sia-sia."
-
Mengeraskan do'a qunut. Sebagian imam
masjid mengeraskan suaranya ketika do'a qunut lebih dari yang seharusnya.
Padahal tidak diperkenankan mengeraskan suara kecuali sebatas agar bisa didengar
oleh makmum, dan sesungguhnya Allah berfirman, artinya: "Berdo'alah kepada
Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al- A'raaf : 55).
Ketika
para sahabat mengeraskan suara saat bertakbir, seketika Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya
bersabda: "Rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat
yang tuli, tidak pula ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
-
Memendekkan bacaan shalat. Sebagian
besar imam-imam masjid dalam shalat-shalat yang disyari'atkan tidak memanjangkan
bacaan seperti ketika shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana), mereka
tidak memanjangkan bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku', sujud, bangun dari
ruku' dan duduk antara dua sujud dengan sangat cepat.
Shalat
yang disyari'atkan adalah shalat yang sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Adapun ukuran ruku' dan sujud Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam adalah tak jauh berbeda dengan saat beliau
berdiri. Dan bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat
kepalanya dari ruku', beliau diam berdiri (lama) sehingga seorang sahabat
berkata beliau telah lupa. Dan jika beliau mengangkat kepalanya dari sujud
beliau duduk lama sehingga ada sahabat yang berkata Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam telah lupa. Al-Bara' bin Azib radhiallahu anhu
berkata: "Aku shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam maka aku dapati
berdirinya, ruku'nya, sujudnya dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara
semuanya). Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidaklah (beliau) berdiri kecuali
hampir sama dengan duduknya." Maksudnya, bila Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan
ruku', sujud dan duduk antara dua sujud. Sebaliknya, jika beliau meringankan
berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga meringankan ruku', sujud dan
duduk antara dua sujud. Akhirnya, semoga uraian ini menjadi bahan renungan kita
bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus bisa menghantarkan kita
mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan -baik dalam ibadah maupun kehidupan
sehari-hari- sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu alaihi
wasallam. Mudah-mudahan Allah meneguhkan iman Islam kita, mengampuni kita,
orang tua kita dan segenap kaum muslimin. Amin....
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar